Balinese Wedding

No Comments
Menurut adat Hindu Bali, pernikahan dilakukan di rumah calon pengantin laki-laki pada hari yang dianggap baik oleh pendeta Hindu Bali. Biasanya pengantin baru tinggal bersama keluarga laki-laki dalam satu pekarangan rumah.

Ada dua macam pernikahan, yaitu ‘kawin lari’, dan ‘kawin ngidih’. Kawin lari (cara kuno di Bali bagian Timur), di mana perempuan meninggalkan rumahnya untuk menikah tanpa pengetahuan orangtuanya, sudah agak jarang dilakukan. Cara pernikahan yang umum dilaksanakan dewasa ini adalah kawin ngidih, di mana pihak laki-laki meminta kepada orangtua pihak perempuan.
Kawin lari

Pada hari yang telah disetujui oleh pasangan calon pengantin, laki-laki atau orang lain yang dimintai tolong, menjemput si perempuan dan membawanya ke rumah salah satu kerabat atau temannya untuk disembunyikan paling sedikit selama tiga hari atau sampai orang tua pihak perempuan mengakui bahwa anak gadisnya telah menikah.

Selanjutnya, empat orang mewakili pihak laki-laki untuk menyampaikan pesan kepada orangtua bahwa anak gadisnya telah pergi untuk menikah. Kelian banjar dari pihak keluarga perempuan ikut untuk menyampaikan pesan tersebut. Mereka membawa lampu sebagai simbul penerangan dan surat pernyataan dari calon pasangan pengantin bahwa mereka menikah atas dasar cinta dan tanpa paksaan pihak manapun.

Apabila orangtua si perempuan menerima bahwa anaknya telah dilarikan dan akan menikah dengan laki-laki pilihannya, mereka menentukan kapan wakil dari pihak laki-laki bisa datang kembali ke rumahnya untuk menyelesaikan masalah pernikahan ini.
Kawin ngidih

Pada hari yang telah disepakati bersama, keluarga dan kerabat dekat pihak laki-laki datang ke rumah pihak perempuan untuk menyampaikan keinginan mereka untuk menikahkan anak laki-lakinya dengan anak gadis dari pihak perempuan. Kemudian mereka akan menetapkan satu hari untuk mengumpulkan seluruh keluarga dari pihak perempuan dan meminta keluarga laki-laki dan kerabat dekatnya untuk datang kembali untuk melamar dan membicarakan tatalaksana upacara pernikahan. Setelah kesepakatan tercapai, calon pengantin perempuan dibawa ke rumah calon pengantin laki-laki.
Pawiwahan (upacara) tiga hari

Setelah tiga hari berada di rumah pihak laki-laki atau persembunyian, calon pengantin baru akan diupacarai dengan sesajen yang dituntun oleh pemangku (pendeta dari keluarga Sudra) untuk mengesahkan perkawinan tersebut secara agama Hindu Bali. Upacara ini hanya dihadiri oleh keluarga dekat pasangan pengantin atau pihak laki-laki saja kalau memakai cara kawin lari.
Pawiwahan di sanggah (pura keluarga)

Pada hari yang telah disepakati dan ditunjuk oleh pendeta Brahmana, upacara yang lebih besar dilaksanakan di sanggah pihak laki-laki. Makna upacara ini adalah untuk menyampaikan kepada para leluhur yang bersemayam di sanggah itu, bahwa ada satu pendatang baru yang akan menjadi anggota keluarga dan akan melanjutkan keturunannya.

Dalam kawin ngidih semua anggota banjar dari pihak laki-laki dan seluruh keluarga besar dari pihak perempuan dan para undangan lainnya menyaksikan upacara ini. Sedangkan dalam kawin lari, keluarga atau kerabat dekat dari pihak perempuan tidak terlibat. Undangannya bisa mencapai ratusan orang.

Upacara ini biasanya dilanjutkan dengan pelaksanaan upacara mepamit (perpisahan) yang akan dilakukan di sanggah pihak keluarga pengantin perempuan. Makna dari upacara ini adalah untuk minta pamit kepada para leluhur karena sekarang telah menikah dan menjadi milik dan tanggung jawab keluarga laki-laki.

Pada umumnya semua biaya upacara perkawinan ditanggung oleh keluarga pihak laki-laki termasuk untuk upacara Mepamit yang dilakukan di rumah orangtua perempuan. Anggota banjar menyediakan sebagian bahan makanan untuk pesta atau bahan upacara, dan para tamu udangan membawa hadiah untuk pengantin baru.
back to top